Assalamualaikum sahabat ODOP. Hari ketiga mengikuti kelas ODOP, masih semangat dong Jangan kasih kendor yah. Ingat motivasi kalian masuk ke kelas ini (sebenarnya ini nasihat buat saya pribadi). Kalau semangat mulai kendor, lihat teman-teman kalian yang setiap pagi memberondong grup dengan link-link yang indah-indah. Hehe..
Dua hari yang lalu, saya menulis materi sampai larut malam.
Saya sampai lupa untuk masuk lagi di kelasnya Mba Jatu Anggraeni, S.Psi, M.Psi.
Padahal materi diskusinya bagus sekali, “Writing
for Healing”. Saya hanya masuk di awal kelas, kemudian melipir mengantar
anak tidur. Saat kembali dan mengecek grup, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh
malam. Kelas sudah tutup dan banyak peserta yang sudah keluar kelas. OK. Saya
pun tidak jadi mengajukan pertanyaan. Hanya bercerita sedikit saja saat opening
kelas.
Berbicara tentang menulis, ada banyak sekali manfaat menulis.
Salah satunya yaitu self healing. Mba
Jatu di dalam pemaparannya mengatakan bahwa self
healing adalah sebuah proses untuk menyembuhkan diri dari luka batin.
Metode ini dilakukan saat seseorang menyimpan luka batin yang mengganggu
emosinya. Self healing berguna untuk
menyelesaikan unfinished bussines yang
berakibat pada kelelahan emosi seseorang.
Saya akan bercerita sedikit riwayat penyakit saya dan bagaimana
menulis dapat menyembuhkan sakit kepala saya. Sejak SMA saya sering mengalami
sakit kepala dan sesak nafas. Sakit kepalanya tidak tanggung-tanggung, rasanya
luar biasa tidak tertahankan. Beberapa
kali ke dokter, hasilnya sama saja. Saya tidak asma, tidak ada cedera otak,
atau penyakit lainnya. Nah loh, bingung kan. Lalu kenapa saya sering merasa
sesak nafas dan sakit kepala hebat?
Saya mengalami gangguan psikosomatis. Apa itu gangguan
psikosomatis? Mengutip dari situs halodoc.com, psikosomatis atau penyakit
fungsional adalah kondisi yang menyebabkan pengidapnya merasa sakit dan
mengalami gangguan fungsi tubuh. Namun, saat dilakukan pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang lain, tidak ada keanehan yang terjadi dalam tubuh. Itulah
yang terjadi pada diri saya. Dokter mengatakan bahwa kondisi fisik saya
keseluruhan baik-baik saja. Dokter hanya menyarankan saya untuk bercerita. Yah,
hanya bercerita. Mengeluarkan uneg-uneg. Saya tidak butuh obat.
Orangtua saya pun kaget. Sesampainya di rumah, saya
diberondong banyak pertanyaan. Kamu punya masalah apa? Mikir apa? Kalau ada
masalah yah coba cerita, jangan dipendam sendiri. Diberondong banyak pertanyaan
membuat saya justru semakin tertekan. Saya tidak tahu apa masalah saya. Tidak
tahu harus mulai bercerita dari mana? Saya takut untuk bercerita. Saya tidak
percaya pada siapa pun, saya takut rahasia pribadi saya diketahui banyak orang,
dan ketakutan ketakutan lainnya yang membuat pribadi saya tertutup.
Saya masih ingat, saat itu momentnya bertepatan dengan ujian
kelulusan sekolah. Melihat saya yang bingung, orangtua saya hanya menduga-duga
penyebab sesak nafas dan sakit kepala saya. Saya takut tidak bisa mengerjakan
soal ujian, dan tidak bisa lulus SMA. Saya hanya mengangguk mengiyakan. Apa
yang terjadi selanjutya? Sesak nafas dan sakit kepala saya sedikit berkurang. Hanya
sedikit. Orangtua saya pun menduga masih ada banyak uneg-uneg yang belum saya
ungkapkan. Malam itu pun menjadi malam yang cukup panjang dan menegangkan buat
saya karena saya terus dipaksa untuk bercerita. Sayangnya, meski dipaksa tetap
saja tidak satupun uneg-uneg yang keluar. Saya hanya memilih untuk tidur saja
setelah meminum obat pereda nyeri.
Singkat cerita apa yang saya cemaskan tidak terjadi. Saya
lulus sekolah, melanjutkan studi ke perguruan tinggi, lulus, bekerja, dan
menikah. Lalu apa kabar sakit kepala? Saya masih sering mengalami sakit kepala.
Setelah melahirkan, sakit kepala saya naik level (Udah kayak Naruto aja yak,
naik level. Hehe…). Yang awalnya hanya migren, naik level menjadi vertigo.
Setiap kali sakit kepala saya kambuh, selalu disertai mual-mual dan
muntah-muntah seperti orang ngidam. Saya pikir saya hamil lagi, ternyata saya
vertigo. Penyebabnya tentu saja dari pikiran, kemudian menyebabkan asam lambung
naik ke kelapa sehingga menimbulkan vertigo. Minum pereda nyeri hanya bertahan
sebentar saja. Sekalinya kambuh, bisa sampai dua minggu.
Lalu bagaimana saya melaluinya? Belum lama ini, atau tepatnya
Bulan Agustus saya bergabung di grup ODOP. Saya tahu informasi recruitment ODOP
dari statusnya Mba Maritaningtyas. Jiwa kepo saya meronta-ronta. Tanya-tanya
mba Marita, lalu kepoin ignya ODOP, dan mencari review kegiatannya di google.
Saya menemukan blog Mba Jihan yang mengulas sedikit tentang ODOP. Awalnya saya
ragu, apakah saya sanggup memenuhi tantangannya yang mengharuskan saya menulis
setiap harinya? Di saat merenung, saya teringat obrolan saya dengan Mba Marita.
Kenapa nggak pede?Coba Tanya ke diri sendiri. Kita nulis untuk dapat pujian? Atau sebagai salah satu Cara kita bersyukur Dan beribadah kepada Allah?
Postingan pertama saya di blog (sebelum mengikuti ODOP)
mendapatkan pujian dari Mba Marita. Saya pikir postingan saya bakalan dihujat
karena tulisan saya yang norak. Pujian Mba Marita membuat saya semakin
bersemangat untuk melanjutkan menulis dan mengikuti ODOP.
Eh iya, terus bagaimana dengan vertigo saya? Alhamdulillah
setelah postingan kedua saya di blog, vertigo saya sembuh. Padahal saya hanya
menulis resep. Ini menjadi bukti bahwa menulis bisa dijadikan media penyembuhan
atau healing.
Lanjut ke pembahasan ODOP yah. Singkat cerita saya diterima
di grup ODOP dan mulai menjalani hari-hari menulis. Saya berharap dengan
mengikuti kelas ini, saya bisa istiqomah dalam menulis walaupun awalnya bermula
dari keterpaksaan. Meski awalnya berat, saya merasa menemukan IKIGAI saya di
sini. Sesuatu yang membuat kita rela untuk melek sampai tengah malam,
bersemangat menjalani hari, dan bangun pagi.
Saya berharap ODOP ini bisa terus berkembang. Menjadi wadah
bagi siapa saja yang memiliki semangat untuk menebarkan kebaikan melalui dunia
literasi. Saya juga berharap suatu saat nanti ODOP memiliki markas di setiap
wilayah di seluruh Indonesia dan kita bisa bersilaturahmi tidak hanya secara
virtual. Mungkin itu saja dari saya. Semoga bermanfaat.
Wah. Semangat menulis, untuk terapi dan meningkatkan kualis diri
BalasHapusAamiin, semoga ODOP semakin mengudara....
BalasHapusSaya senang juga bisa bergabung dan dapat banyak teman baru seperti mbak Ratna..
Semangat terus mbakkk.....
seneng denger pengalaman mbak ratna yang sudah menjadikan menulis sebagai obat untuk psikosomatisnya.
BalasHapussemoga sehat terus dan semangat menulis mbak.
semoga saya pun bisa menjadikan menulis sebagai self healing seperti mbak ratna.
Wahh... Kita pelukan mbak... Saya juga dalam fase menulis sebagai proses penyembuhan dan menyebarkan energi positif... Semangat...
BalasHapuswaaah mbak Ratna hihihi samaa aku bersyukur banget dapet kesempatan gabung ODOP ini rasanya, semoga kita semua bisa istiwomah yaa lulus bareng bareng aamiin
BalasHapusPengalaman yang bagus untuk diceritakna dan detail sekali ... semoga bisa lulus juga mengingat semua peserta masih gress dan unyu unyu
BalasHapusAlhamdulillah bisa gabung di odop batch 8, ya, Mba. Banyak hal yang kita dapat di sini. Semoga bisa lulus bareng ntar.
BalasHapusSaya percaya bahwa menulis adalah terapi, Mbak. Semangat untuk selalu menulis. Semoga sehat selalu.
BalasHapusWah MaasyaAllah, semangat sembuh ya mba semoga sehat-sehat selalu. Alhamdulillah, sudah menemukan wasilah untuk self healing dengan tulisan dengan ODOP yang menjembatani. Semoga semakin rajin dan istiqomah ya mba nulisnya ..
BalasHapus